Home » » KAJIAN RINGKAS TENTANG MENJAHARKAN DAN MENSIRKAN ZIKIR

KAJIAN RINGKAS TENTANG MENJAHARKAN DAN MENSIRKAN ZIKIR

MENJAHARKAN DAN MENSIRKAN ZIKIR


Zikir adalah ibadah agung dalam Islam. Dalam hadits Qudsi yg diriwayatkan oleh imam Al Bukhari dan imam Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Allah Swt berfirman: "Aku sesuai dengan prasangka hambaKu terhadapKu. Dan aku bersamanya jika ia berzikir. Jika ia berzikir (menyebutKu) pada dirinya sendiri maka Aku akan menyebutnya pada diriKu. Jika ia menyebutKu pada khalayak ramai maka Akupun akan menyebutnya di khalayak ramai yang lebih baik".

Selayaknya orang yg berzikir menjaga kadar suara yg diizinkan syara' dalam berzikir. Karena pada dasarnya orang yg berzikir itu bermunajat pada tuhannya, dan Allah Swt Maha Luas pendengaranNya. Maka selayaknya tidak mengeraskan suara melebihi memperdengarkan dirinya sendiri, karena hal tsb lebih menjamin khusyuk dan jauh dari riya'.

Firman Allah Swt:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai". QS. Al A'raf: 205.

Ibnu Allan (wafat 1057 H) dalam Al Futuhat Ar Rabbaniah Syarh Al Adzkar jilid 3 hal. 31-32 mengatakan:
Dianjurkan zikir secara sir (tidak mengeraskan suara) kecuali pada qunut bagi imam, Talbiyah jemaah haji dan umrah, takbir di kedua malam hari raya, melihat binatang ternak di 10 awal zulhijjah, setiap antara dua surat dari surah Ad Dhuha hingga akhir Al Quran, doa masuk pasar, ketika mendaki dari tempat rendah, dan ketika turun dari dataran tinggi.
Namun sebahagian salaf menganggap sunnah mengeraskan suara sewajarnya untuk takbir dan zikir setiap selesai shalat fardhu. Hal tsb berdasarkan dalil hadits shahih riwayat imam Muslim dari Ibnu Abbas beliau berkata: "Mengeraskan suara zikir setelah shalat fardhu adalah yg berlaku pada masa Nabi Saw. Aku mengetahui jika mereka (para sahabat) selesai shalat dengan suara zikir mereka".

Dan juga karena hal tsb lebih menjamin utk ditadabburi, dan manfaatnya dapat membangunkan hati orang2 yg lalai.

Adapun mengeraskan suara yg dilarang adalah mengeraskan suara yg melampaui batas kewajaran, seperti sababun nuzul ayat yg melarang para sahabt mengeraskan suara, karena mereka yg berangkat menuju medan peperangan, lalu ketika mendaki bukit mereka bertakbir dg suara yg keras, dan ketika turun bukit mereka bertasbih dg suara yg besar, sehingga Rasulullah Saw bersabda:

(ﻳﺎ ﺃﻳﻬﺎ اﻟﻨﺎﺱ، اﺭﺑﻌﻮا ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻔﺴﻜﻢ، ﻓﺈﻧﻜﻢ ﻻ ﺗﺪﻋﻮﻥ ﺃﺻﻢ ﻭﻻ ﻏﺎﺋﺒﺎ، ﺇﻧﻤﺎ ﺗﺪﻋﻮﻥ ﺳﻤﻴﻌﺎ ﺑﺼﻴﺮا)

"Wahai manusia, jagalah ketenangan pada diri kalian, karena kalian tidak bermunajat kepada yg tuli atau jauh, kalian bermunajat kepada Zat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat". HR. Al Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al Asy'ari.

Tidak dipungkiri pula bahwa zikir yg secara sunnah disebutkan bahwa dibaca dengan sirr maka secara sirr lebih utama, seperti bacaan shalat bagi makmum atau bacaan2 sirr lainnya dalam shalat. 

Dan zikir yg secara sunnah diriwayatkan dibaca secara jahar maka jahar adalah lebih utama, seperti azan, iqamat, dan yg disebutkan oleh Ibnu allan diatas.
 
Lalu bagaimana dg zikir yg diriwayatkan dari Nabi Saw, namun tidak ada keterangan sirr atau jaharnya?

Saya sendiri lebih sepakat dengan apa yg dikatakan oleh Imam Al Hasan As Syurunbulaly (wafat 1069 H) dalam kitabnya Maraqy Al Falah hal. 174 dalam menyatukan pendapat para ulama yg sebahagian mengatakan zikir hendaknya secara sirr atau sebahagian lainnya yg mengatakan secara jahar: "Masalah jahar dan sirr tergantung pribadi, kondisi, waktu dan tujuan. Jika ditakutkan riya' atau mengganggu orang lain maka dg sirr lebih afdhal. Jika tidak maka jahar lebih afdhal".

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Visitors